Translate
Selasa, 12 November 2013
PRASASTI CURUG DAGO
Prasasti Curug Dago berada
dalam kawasan hutan lindung dan daerah perbukitan, di Kampung Curug Dago, Desa
Ciumbuleuit, Kecamatan Cidadap, dengan keletakan geografis pada garis koordinat
107º 37'044" BT dan 06º 51'562" LS dan daerahnya merupakan
dataran tinggi ± 1310 m di atas permukaan air laut. Dua prasasti terletak
± 10 km di sebelah timurlaut dari pusat kota Bandung, di tebing Sungai
Cikapundung tidak jauh dari air terjun Curug Dago dalam kondisi insitu dan
utuh. Lokasi prasasti dapat ditempuh melalui Jalan Ir. Juanda/Dago turun di
Dago Tea House (Teehuis)/Balai Pengelolaan Taman Budaya dan dari lokasi
itu dilanjutkan dengan berjalan kaki menuruni tangga beton sampai ke
lokasi prasasti. Berita pertama tentang prasasti dengan aksara dan bahasa Thai
Curug Dago terdapat dalam Surat Kabar Harian Bandung Pos tanggal 1 Pebruari
1990, dan kemudian di Surat Kabar Harian Kompas, ditulis oleh wartawan
Omas Witarsa. Selanjutnya tanggal 15 Juli 1990, Omas Witarsa
mengirim surat kepada Yang Mulia Ratu Thailand Bhumiphol, yang menerangkan
bahwa dengan bantuan dari Kolonel Bancha yang sedang mengikuti sekolah di
Lembang membaca kedua prasasti itu, isi tulisan apabila ditranliterasikan dalam
huruf latin adalah CO PO RO serta PO RO RO, yang dimaksud adalah raja-raja
Thailand yaitu PYM Raja Chulalonkorn dan PYM Raja Paraminthara.
Selanjutnya Negara Thailand meminta agar Negara Indonesia memberikan pengamanan
dan pelestarian terhadap peninggalan purbakala. Ditindaklanjuti oleh Suaka
Peninggalan Sejarah dan Purbakala Purbakala, di Serang sebagai UPT Direktur
Linbinjarah melaksanakan kegiatan penelitian dan pelestarian terhadap prasasti
Curug Dago tanggal 9 – 15 Juli 1991. Penelitian mengungkapkan bahwa ada 2 buah
bongkah batu andesit (andezitic boulders). Prasasti I berukuran 122 x 46
x 56 cm (tebal di atas permukaan tanah), bulat memanjang, tidak ada pengerjaan
permukaan batu (natural), guratan tulisan berelief dangkal. Prasasti dalam
posisi membujur hampir simetris dengan aliran Sungai Cikapundung, terletak
relatif lebih tinggi dari pada keletakan prasasti II. Tulisan terpusat hanya
pada satu bidang permukaan batu, tersusun dalam 2 baris, baris atas pahatan
inisial sedangkan pada baris bawah adalah nama raja. Jarak prasasti I dan II,
11,70 meter dan keduanya tepat di bibir air sungai Cikapundung
dengan ketinggian ± 2 meter dari muka air sungai. Prasasti II
permukaannya rata terdiri dari bidang-bidang mendatar dan tegak, bulat
memanjang, berukuran 202 x 96 x 67 cm, penulisan tidak terpusat, terdiri
dari masing-masing: 1. Bidang tegak pada sisi barat dan selatan, yang sebelah
barat inisial satu baris, sedangkan yang selatan dua baris bersusun berisi
inisial (baris atas dan inskrpsi nama pada baris bawah). 2. Sementara itu pada
bidang lain di sisi barat terdapat pahatan bintang bersudut 5 dengan
lingkaran pada bagian tengah dan gambar segitiga sama kaki. Pada setiap sudut
bintang terdapat tulisan dekat dengan garis lingkaran. Di luar segi
tiga maupun di dalamnya juga terdapat aksara Thai. Secara keseluruhan batu
prasasti II meskipun berbentuk bulat (profil longitudinal) memanjang, tetapi
berpunggung tinggi (high back), sehingga bidang-bidang tegak (profil literal
maupun traversal) cukup luas untuk dapat dipahatkan tulisan, inisial atau
bentuk grafis lainnya. Ini berbeda dengan bentuk prasasti I, yang cenderung
lebih pipih sehingga bagian permukaan atas yang luas, yang memungkinkan untuk
ditulisi. Pahatan bintang beserta isinya (tiga sudut bintang sengaja tidak
digambar) Selain itu masih terdapat bungkahan (boulder) jenis batuan
yang sama yang terletak di antara prasasti I dan II, namun karena keadaan
topografi medan observasi yang berkontur tajam, tak memungkinkan dapat
dibuatnya dokumen foto horizontal yang cukup luas yang memungkinkan dapat
merekam kedua prasasti dalam konteks yang lebih luas. Mengenai morfologi
tulisan pada kedua prasasti tersebut adalah alpabet Thai, yang
berkembang berkat jasa seorang raja Sukhotai: Raam Kham Heng seperti
termuat dalam prasasti berangka tahun 1284 M, yang kemudian diikuti oleh
beberapa raja untuk menyederhanakannya. Menurut S.A. Reitsma dan W.H.
Hoogland (1922, Gids Van Bandoeng En Omstrcken) kedua temuan prasasti tersebut
erat kaitannya dengan kunjungan keluarga Kerajaan Siam (Tailand) ke Bandung,
yakni Raja Chulalongkorn serta Pangeran Prajatthipok Paramintara, yang
masing-masing merupakan raja ke V dan VII dari Dinasti Chakri.
Agama Buddha sekte Theravada merupakan agama terbesar di Thailand yang memliki
kedudukan utama sebagai dasar kepercayaan dalam kehidupan rakyat Thailand.
Agama ini muncul sebagai tradisi agama/kepercayaan sejak awal abad
Masehi. Dhyani Buddha dari Borobudur merupakan hadiah Raja Rama V (melalui
perbuatan baik atau tham-bun) kepada rakyatnya, dalam rangka upacara kenegaraan
memperingati hari raya Buddha yang dihadiri oleh beratus pendeta dan rakyat.
Dengan demikian, maka tujuan penulisan kedua prasasti di Curug Dago yang memuat
nama kedua nama raja dan pangeran itu menjadi jelas yaitu merupakan
penghormatan terhadap ke dua tokoh tersebut, lengkap dengan penulisan inisial,
angka tahun serta catatan usia kedua tokoh. Memang ada tradisi yang menyatakan
bahwa pada umumnya apabila seseorang raja Thai menemukan tempat panorama yang
indah, maka biasanya di tempat tersebut sang raja melakukan semadhi dan kadangkala
menuliskan nama atau hal lainnya yang dianggap penting. Sekaligus merupakan
kenangan dan pengakuan atas kekeramatan/kesucian tempat tersebut, seperti
diungkapkan oleh seorang Bhiksu Pravithamtor dari Vihara Menteng Jakarta Pusat.
Mengenai tempat prasasti, dapat dianggap sebagai sesuatu yang telah menjadi
kebiasaan, yakni pada tempat-tempat yang dianggap keramat atau disucikan,
yang dapat berbentuk dataran di tepi sungai atau diapit dua sungai, di atas
bukit, di lereng atau di puncak gunung atau bahkan pada tempat datar yang
ditinggikan. Kedua prasasti Curug Dago terletak di tebing sungai Cikapundung.
Dilihat dari segi penempatannya atau lokasi keletakkannya, apabila kedua
prasasti tersebut memang dibuat dalam rangka kunjungan Raja Tai dan rombongan pada
tahun 1896, tentu pada waktu itu jalan menuju ke Curug Dago amatlah sulit dan
nyaris mustahil untuk dilakukan oleh elite kerajaan apalagi dari luar negeri
(mancanegara). Objek budaya Prasasti Curug Dago berada di bawah Air
Terjun (Curug) Dago yang telah dikembangkan sebagai salah satu objek wsiata
pada kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Juanda yang dikelola oleh Balai
Pengelolaan Taman Hutan Raya Ir. H.Juanda, Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Barat.
Lokasi Prasasti Curug dago menempati salah satu area sebelah selatan dari Taman
Hutan Raya Ir. H. Juanda, dan telah memiliki lahan parkir kendaraan roda dua
dan shelter para pengunjung sebelum dan sesudah mengunjungi objek
Prasasti Curug Dago dan Air Terjun (Curug) Dago. Untuk pengunjung berkendaraan
roda 4 dapat diparkirkan di Komplek Taman Budaya, Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Propinsi Jawa Barat yang berjarak ± 1,2 km dari lokasi objek.
Alamat: Air terjun Dago, Kampung Curug Dago, Desa Ciumbuleuit, Kecamatan
Cidadap Koordinat : 6°51'56.17"S, 107°37'4.93"E Telepon: Email:
Internet: Arah: ± 10 km di sebelah timurlaut dari pusat kota Bandung, di tebing
Sungai Cikapundung tidak jauh dari air terjun Curug Dago Fasilitas: lahan
parkir kendaraan roda dua dan shelter para pengunjung.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar