Translate

Rabu, 30 April 2014

Situs percandian Batu Jaya Karawang

Candi Batu Jaya memang belum terkenal sebagaimana candi bersejarah lainnya seperti Candi Borobudur atau Candi Prambanan di Jawa Tengah. Namun, Candi Batu Jaya menyimpan warisan budaya yang tak kalah luhurnya. Candi ini berjarak sekitar 70 km dari Jakarta, tepatnya berada di dua wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Pakis Jaya dan Kecamatan Batu Jaya, Kabupaten Karawang. Lokasi yang dapat ditempuh dengan dua jam berkendaraan dari Jakarta ini, menyimpan potensi pariwisata budaya yang cukup besar. Kompleks Candi Batu Jaya tidak terlihat begitu mencolok, karena letaknya ada di tengah-tengah hamparan sawah yang dikelilingi oleh pemukiman penduduk. Untuk mencapainya, dari jalan utama, harus memasuki jalan desa sepanjang kurang lebih 100 m dan berujung di tepian sawah. Di sekelilingnya terdapat beberapa bangunan tempat penyimpanan temuan benda purbakala.Beruntung, sewaktu mengunjungi kompleks percandian ini, cuaca sedang cerah, sehingga warna kontras susunan batu bata yang kemerahan, birunya langit dan hamparan hijau padi yang sebentar lagi siap untuk dipanen terlihat begitu sempurna. Jalan plester semen selebar satu meter yang membelah hamparan sawah mempermudah perjalanan menuju kompleks candi. Pak Kaisin, satu dari sepuluh juru pelihara Candi Batu Jaya yang ditemui, dengan senang hati mengantarkan melihat lebih dekat kompleks candi sembari mengisahkan cerita sejarah tentang Batu Jaya.

 Unur-Unur


Berawal dari unur-unur lah kisah Candi Batu Jaya dimulai. Unur-unur, atau dalam bahasa sunda berarti tanah berbentuk gundukan bukit, banyak ditemukan pada area persawahan di daerah ini. Sebelum diketahui bahwa di dalamnya terdapat situs candi kuno, unur-unur  yang banyak ditumbuhi tanaman perdu, pohon kelapa, pisang dan semak-semak sering digunakan sebagai tempat menggembala hewan ternak terutama kambing. Bahkan unur-unur ini juga digunakan sebagai tempat mengungsi saat terjadinya banjir, karena letaknya yang lebih tinggi dibandingkan dengan areal persawahan dan permukiman di sekitarnya. Masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut sebelumnya tidak menyadari, bahwa sesungguhnya mereka tinggal cukup dekat dengan situs yang menyimpan kebudayaan peradaban tinggi masa lalu.Hingga saat ini belum diketahui, mengapa Situs Candi Batu Jaya ini dapat terkubur lapisan tanah sedalam 60-100 cm dan membentuk unur-unur. Apakah dari faktor alam, seperti misalnya letusan gunung api yang besar, kiriman lumpur banjir Sungai Citarum, akibat perang ataukah karena sebab yang lainnya.


Penemuan benda bersejarah ini didahului dengan penemuan Situs Cibuaya, sebuah situs peninggalan megalitikum di Desa Cibuaya Kecamatan Pedes, yang letaknya tidak jauh dari Kecamatan Pakis Jaya dan Kecamatan Batu Jaya. Masyarakat yang menemukan batu bata berbentuk aneh beserta kumpulan kulit kerang disekitar unur-unur ini, kemudian melaporkan hasil temuannya kepada para peneliti yang sedang melakukan penggalian Arca Wisnu di kawasan Cibuaya. Pada tahun 1984, maka dimulailah penelitian dan penggalian di kawasan Batu Jaya ini. Unur atau gundukan tanah yang pertama kali diteliti adalah Unur Jiwa. Setelah sedikit demi sedikit lapisan tanahnya tergali, ditemukan tumpukan batu bata yang menyerupai bentuk bangunan candi. Bentuk candi tersebut sudah tidak beraturan, sebagian bangunannya telah hancur. Karena para ahli tidak menemukan jejak catatan mengenai bentuk candi-candi yang ada di kawasan ini, maka pemugaran hanya dilakukan sebatas mengembalikan lagi posisi batu bata sesuai dengan tempatnya.


Berdasar penelitian para arkeolog dari berbagai lembaga, unur yang di dalamnya diduga juga terdapat bangunan candi pada kawasan ini, berjumlah lebih dari 30 buah. Unur ini tersebar di berbagai lokasi dengan luas total area mencapai kurang lebih 25 km2. Sampai dengan saat ini baru 11 candi yang sudah di teliti (ekskavasi). Batu Jaya dan Tarumanegara

Posisi Candi Batu Jaya terletak sekitar 500 m dari aliran utama Sungai Citarum Hilir yang memecah menjadi 3 sungai yaitu Sungai Bungin, Sungai Balukluk, dan Kali Muara Gembong sebelum bermuara di Laut Jawa. Wilayah ini mempunyai posisi strategis sebagai wilayah perlintasan bagi pelayaran nasional dan internasional India – Cina. Menurut arkeolog Clodeus Potinus, diperkirakan pada abad 2-3 Masehi, kawasan pesisir Pulau Jawa sudah tumbuh menjadi kawasan permukiman dan berkembang kegiatan perekonomian terutama perdagangan. Kawasan ini kemudian berkembang menjadi bandar-bandar pelabuhan dan memegang peranan penting bagi perkembangan sosial ekonomi masyarakat Sunda kuno.



Namun, tidak hanya di pesisir, Sungai Citarum yang berhulu di Gunung Wayang memegang peranan penting dalam pengembangan kegiatan perekonomian di daerah pedalaman. Sungai dengan lebar 40-60 m ini menjadi jalur perdagangan utama di Jawa Barat. Artefak dan keramik-keramik Cina kuno banyak ditemukan di sepanjang aliran sungai ini. Bahkan diantaranya berasal dari Thailand, Vietnam, India dan bahkan dari Eropa.

Keberadaan Candi Batu Jaya ini diperkirakan muncul akibat adanya aktivitas perdagangan internasional dan didorong oleh perkembangan Kerajaan Tarumanegara pada masa itu. Dugaan bahwa Candi Batu Jaya terkait erat dengan masa kejayaan Kerajaan Tarumanegara sebagai kerajaan Hindu terbesar saat itu, dikaitkan dengan berbagai catatan-catatan sejarah yang dikumpulkan. Sumber-sumber tertulis berupa prasasti, antara lain prasasti Ciaruteun, Pasir Koleangkak, Kebon Kopi, serta prasasti Tugu mengatakan bahwa Daerah Batu Jaya dan Cibuaya dahulu termasuk wilayah kekuasaan kerajaan Tarumanagara.

Dugaan tersebut diperkuat lagi oleh kitab carita Parahyangan, naskah Pustaka Pararatwan i Bhumi Jawadwipa dan Pustaka Rajya Rajya i Bhumi Nusantara karangan pangeran Wangsakerta yang disusun pada tahun 1678-1683 (data Himpala Unas, 2010). Candi yang berfungsi sebagai candi pemujaan ini juga menjadi bukti pemahaman proses diterimanya agama Hindu–Budha oleh masyarakat Sunda Kuno di Jawa Barat.

Dibangun Dengan Teknologi Tinggi

Candi Batu Jaya merupakan bagian dari situs kompleks Candi Budha Mahayana yang didirikan sekitar  abad 3 atau 4 Masehi, jauh lebih tua dan lebih luas dari Kompleks Candi Budha Borobudur di Jawa Tengah yang didirikan pada sekitar abad ke 8 Masehi. Bahkan mungkin merupakan bangunan candi tertua di Pulau Jawa. Dari hasil penelitian dengan menggunakan media radiometri carbon, diperkirakan benda-benda bersejarah ini berasal dari abad ke 2. Terdapat pula temuan tembikar Arikamedu yang sebenarnya berasal dari pelabuhan kuno di India Selatan pada abad ke 1.  Sehingga seperti disimpulkan Hasan Djafar, Arkeolog UI yang menjadi ketua tim penelitian Batujaya, dapat dikatakan Situs Batujaya berada di ambang batas masa prasejarah dan sejarah karena batas masa prasejarah adalah sebelum tahun 400 Masehi.


Peralihan  transisi masa prasejarah ini juga dikuatkan dengan ditemukannya fosil-fosil kerangka manusia, yang tata cara pemakamannya mirip dengan penemuan  Buni Pottery Complex atau Kompleks Tembikar Buni yang ditemukan di dekat Kali Bekasi. Buni merupakan bekas permukiman prasejarah yang mempunya tradisi menguburkan mayat dengan dibekali benda-benda berharga seperti gelang kaca, manik-manik (yang terbuat dari kaca, batu, atau emas), dan lain-lain.

Sedangkan ciri-ciri dari Candi Budha dilihat dari penemuan benda-benda purbakala berupa artefak, diantaranya, arca kepala manusia, prasasti lempengan emas yang berisi ayat suci agama Budha, fragmen prasasti terakota, fragmen keramik, stempel kerajaan maupun tablet /materai bergambar relief Budha dan lain sebagainya. Temuan-temuan ini selain disimpan di Museum Batu Jaya yang terletak tidak jauh dari kompleks Candi, sebagian lainnya terutama temuan-temuan yang berbahan dasar emas di simpan di Museum Nasional.

Selain itu bentuk candi-candi yang sudah diteliti juga mencirikan hal yang serupa. Candi Jiwa misalnya, meskipun bentuknya hanya tinggal dasarnya saja, candi yang berukuran 19x19 m dengan tinggi 4,2 m ini tidak mempunyai pintu dan anak tangga. Bentuk semacam ini jelas tidak ditemukan pada candi manapun di Indonesia. Pada bagian atas candi tersusun bata melingkar dengan ukuran diameter 6 meter berbentuk kelopak bunga teratai/padma/ Nymphaeaceae, bunga yang sering digunakan dalam upacara-upacara keagamaan agama Budha. Kemungkinan Candi Jiwa ini digunakan untuk meletakkan arca atau patung.

Candi kedua yang dikunjungi adalah Candi Blandongan, letak candi ini tidak jauh dari Candi Jiwa. Ukurannya lebih besar dan berbentuk bujur sangkar 24,2 x 24,2 m. Pada masing-masing sisinya terdapat empat tangga masuk dengan orientasi menghadap empat arah mata angin. Di salah satu sisi bangunan ini terdapat susunan bata yang melengkung di atas tanah, dan dipercaya sebagai robohan gapura pintu masuk ke Candi Blandongan ini. Adanya sisa batu andesit berdiameter sekitar 30 cm dan lubang sisa tiang di sekililing teras dipercaya bahwa dahulu berfungsi sebagai tempat didirikan tiang-tiang kayu yang mengelilingi stupa. Diduga Candi Blandongan ini merupakan candi utama di kompleks Candi Batu Jaya. 

Candi-candi di kompleks Candi Batu Jaya ini terbentuk dari susunan batu bata. Apabila dilihat secara lebih detail, masih terdapat bekas kulit padi yang menempel di bagian dalam batu bata. Kulit padi atau sekam ini digunakan sebagai bahan campuran tanah liat untuk membuat batu bata. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat pada jaman tersebut telah memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai bagaimana membuat batu bata yang baik. Karena seperti diketahui kulit padi kering yang digunakan sebagai bahan pembakar apabila dicampurkan dapat menghantarkan panas ke dalam batu bata, sehingga tingkat kematangan batu bata ini merata sampai ke bagian dalam. Keberadaan sekam ini juga menandakan bahwa pada masa ini sudah terjadi perubahan pola kehidupan masyarakat tatar sunda yang biasanya ngahuma (berpindah ladang) mulai menetap dan bercocok tanam padi.

Di salah satu bagian sisi bangunan Candi Blandongan juga dilapisi dengan lapisan putih semacam kapur (vajra-lepa). Hal ini menjadi bahan pertanyaan dari mana asal bahan lapisan ini, karena letak candi berada di kawasan pesisir yang jauh dari pegunungan kapur. Namun setelah diteliti ternyata bahan pembentuknya terdiri dari tumbukan kulit kerang yang dicampur dengan pasir dan saat ini dikenal dengan nama stuko/stucco. Fungsi dari lapisan ini adalah untuk melindungi candi dari sifat korosif air laut yang dapat merusak bangunan candi. Selain itu bahan stuko ini juga digunakan sebagai bahan perekat batu-batu kecil yang dibentuk menjadi arca.

Keberadaan batuan kerikil ini juga menarik, karena ditemukan juga batuan lain dalam bentuk yang cukup besar dan digunakan sebagai batu fondasi bangunan candi. Batuan jenis ini sangat jarang ditemui di daerah pesisir yang kecenderungan berkarakteristik landai dan berpasir. Sehingga dipercaya batu-batu besar dan kerikil ini diambil dari hulu Sungai Citarum yang dibawa menggunakan rakit atau sampan sampai ke daerah Batu Jaya. Dapat dibayangkan bahwa sesungguhnya ilmu pengetahuan di masa itu sebenarnya sudah cukup tinggi.

Tidak jauh dari Candi Blandongan juga terdapat sumur tua yang dipercaya sudah ada pada saat kompleks Candi Batu Jaya ini dibangun. Fungsi dari sumur ini dipercaya untuk mengambil air suci yang digunakan dalam upacara-upacara keagamaan.

Batu Jaya Kini

Hingga saat ini penelitian di kompleks Candi Batu Jaya masih terus dilakukan sedikit demi sedikit. Beberapa bangunan candi lain yang saat ini sedang diteliti adalah bentuk yang diduga hunian dan permukiman di Unur Lempeng. Apabila penelitian ini dapat dilakukan secara menyeluruh ke semua kawasan yang diduga masih terdapat peninggalan bangunan candi yang lainnya, dipercaya kompleks ini merupakan situs percandian terluas dan tertua di Asia.

Pada hari-hari tertentu, tempat ini mulai digunakan sebagai tempat upacara besar bagi penganut agama Budha. Beberapa fasilitas seperti Museum Batu Jaya, maupun pendopo juga sudah dibangun untuk melengkapi fasilitas kepariwisataan budaya di daerah ini. Perhatian dan kepedulian pemerintah tentunya masih sangat diperlukan untuk memugar dan mengembangkan penelitan di kawasan ini. Karena selain menyimpan aset pariwisata sejarah dan budaya yang luar biasa besar, pelestarian benda-benda sejarah merupakan cerminan perhatian dan bentuk penghargaan terhadap nilai budaya leluhur.




Profil Juru Pelihara
Bapak Kaisin adalah salah satu dari 10 juru pelihara Situs Candi Batu Jaya. Pria kelahiran Bekasi tahun 1937 ini mulai tinggal di Karawang sejak tahun 1956, dan menjabat sebagai kepala dusun. Beliau tinggal sangat dekat dengan kompleks Batu Jaya ini. Bahkan di halaman rumahnya saat ini dibangun kantor administrasi dan bangunan tempat menyimpan hasil temuan-temuan pada proses penggalian di sekitar candi. Semenjak dilakukan penelitian, pada tahun 1985 beliau kemudian menjadi salah satu juru pelihara Candi Batu Jaya. Beliau mengikuti sejak proses awal penelitian, sehingga pengetahuannya terhadap keberadaan situs ini sangat mendalam. Kaisin berharap agar pemerintah memberikan perhatian yang lebih serius terhadap situs bersejarah ini, karena hingga saat ini penelitian yang dilakukan masih terhitung kecil, dibandingkan dengan luasan kompleks candi yang belum dipugar.

 Text : Nancy Rosma, R Wahyuningrat
Foto : R Wahyuningrat
Sumber Tulisan :
1. Hasan Djafar, arkelog UI yang menjadi Ketua Tim Penelitian Batujaya dalam buku Kompleks Percandian Batu Jaya.
2. Keterangan cerita Candi Batu Jaya yang dikisahkan oleh Bapak Kaisin, salah satu Juru Pelihara Situs Candi Batu Jaya.
3. Agustijanto I.S.S, dalam Laporan penelitian dan pengembangan arkeologi nasional, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, 2006.



Re_Blog dari : www.citarum.org



















Rabu, 02 April 2014

 Great Blue Hole (Belize, Afrika)
Sangat menghipnotis pandangan ketika kita melakukan penerbangan dan tepat melintas di atasnya, bagaimana tidak sebuah lubang besar bumi menganga dengan warna biru tua yang sangat indah menyita seluruh perhatian. inilah yang dinamakan GRAET BLUE HOLE. Bagian dari sistem terumbu Lighthouse, “The Great Blue Hole” terbaring kurang lebih 60 mil dari dataran utama di luar kota Belize. “The Great Blue Hole” memiliki ukuran besar, hampir membentuk lubang lingkaran sempurna dengan diameter kurang lebih 0.4 km dan menjadi salah satu tempat penyelaman luar biasa di muka bumi. Di dalam lubang ini, air memiliki kedalaman 145 meter dan memberikan warna biru tua yang menyebabkan tempat ini disebut “Blue Hole”.(dari berbagai sumber)

Selasa, 19 November 2013

NABI NUH DAN BANJIR DI AL-QURAN

Banjir Nuh disebutkan dalam banyak ayat di dalam Al Quran.Peristiwa ini mengundang kontroversi, memikat para arkeolog, ilmuwan, sejarawan, ahli budaya, para exspeditor dan berbagai pemeluk agama yang meyakini akan terjadinya peristiwa banjir besar ini, tercatat dalam tiga kitab suci agama di dunia : Islam, Kristen, dan yahudi. Banyak  penelitian dan exspedisi telah dilakukan, hingga di bulan Mei tahun 2010 sebuah klaim hasil  team exspedisi Turki dan Cina muncul bahwa “BAHTERA NABI NUH TELAH DITEMUKAN” dibawah lapisan es dipuncak gunung Ararat. Tidak sampai disitu kedua team inipun mengabadikan penemuan mereka dengan poto dan video yang disebar di dunia maya.
Berbagai tanggapanpun muncul dari mulai yang terkagum hingga yang menuding penemuan itu hanya sebagai kebohongan dan penipuan. Percaya atau tidak semua berpulang pada diri kita untuk menyikapinya.
Di bawah ini bisa dilihat ayat-ayat yang disusun berdasarkan urut-urutan peristiwa banjir tersebut:

Ajakan Nabi Nuh atas Kaumnya kepada Agama Kebenaran :

“Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu ia berkata: ‘Wahai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab pada hari yang besar (kiamat)’.” (QS. Al A’raaf, 7: 59) !

“Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu, maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan-ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam. Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku.” (QS. Asy-Syu’araa’, 26: 107-110) !

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya. Lalu ia berkata “Hai kaumku, sembahlah oleh kamu Allah, (karena) sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain Dia. Maka mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?” (QS. Al Mu’minuun, 23: 23) !

Peringatan nabi Nuh kepada kaumnya akan datangnya azab yang akan menimpa mereka :

“Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya (dengan memerintahkan): “Berilah kaummu peringatan sebelum datang ke-padanya azab yang pedih.” (QS. Nuh, 71: 1) !

“Kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa oleh azab yang menghinakannya dan yang akan ditimpa azab yang kekal.” (QS. Huud, 11: 39) !

Agar kamu tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya aku kha-watir kamu akan ditimpa azab (pada) hari yang sangat menyedih-kan. (QS. Huud, 11: 26) !

Pembangkangan Kaum Nabi Nuh


“Pemuka-pemuka dari kaumnya berkata: ‘Sesungguhnya kami memandang kamu berada dalam kesesatan yang nyata’.” (QS. Al A’raaf, 7: 60) !

“Mereka berkata: ‘Hai Nuh, sesungguhnya kamu telah berbantah de-ngan kami, dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami azab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar’.” (QS. Huud, 11: 32) !

“Dan mulailah Nuh membuat bahtera. Dan setiap kali pemimpin ka-umnya berjalan melewati Nuh, mereka mengejeknya. Berkata Nuh: ‘Jika kamu mengejek kami, maka sesungguhnya kami (pun) menge-jekmu sebagaimana kamu sekalian mengejek (kami)’.” (QS. Huud, 11: 38) !

“Maka pemuka-pemuka orang yang kafir di antara kaumnya men-jawab: ‘Orang ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, yang bermaksud hendak menjadi seorang yang lebih tinggi dari kamu. Dan kalau Allah menghendaki, tentu Dia mengutus beberapa orang malaikat. Belum pernah kami mendengar seruan (seruan yang seperti) ini pada masa nenek moyang kami yang dahulu. Ia tidak lain hanyalah seorang laki-laki yang berpenyakit gila, maka tunggulah (sabarlah) terhadapnya sampai suatu waktu’.” (QS. Al Mu’minuun, 23: 24-25) !”

“Sebelum mereka, telah mendustakan (pula) kaum Nuh, maka mere-ka mendustakan hamba Kami (Nuh) dan mengatakan: ‘Dia seorang gila dan dia sudah pernah diberi ancaman’.” (QS. Al Qamar, 54: 9) !

Penghinaan terhadap Para Pengikut Nabi Nuh :


“Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: ‘Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu, melainkan orang-orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu memi-liki sesuatu kelebihan apa pun atas kami, bahkan kami yakin bah-wa kamu adalah orang-orang yang dusta’.” (QS. Huud, 11: 27) !

“Mereka berkata: “Apakah kami akan beriman kepadamu, padahal yang mengikuti kamu ialah orang-orang yang hina?” Nuh menja-wab: “Bagaimana aku mengetahui apa yang telah mereka kerjakan?” Perhitungan (amal perbuatan) mereka tidak lain hanyalah kepada Tuhanku, kalau kamu menyadari. Dan aku sekali-kali tidak akan mengusir orang-orang yang beriman. Aku (ini) tidak lain melainkan pemberi peringatan yang menjelaskan.” (QS. Asy-Syu’araa’, 26: 111-115) !

Peringatan Allah agar Nabi Nuh Tidak Bersedih :


“Dan diwahyukan kepada Nuh, bahwasanya sekali-kali tidak akan beriman di antara kaummu, kecuali orang yang telah beriman (saja), karena itu janganlah kamu bersedih hati tentang apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS. Huud, 11: 36) !

Doa Nabi Nuh


“Maka itu adakanlah suatu keputusan antaraku dan antara mereka, dan selamatkanlah aku dan orang-orang yang mukmin besertaku.” (QS. Asy-Syu’araa’, 26: 118) !

“Maka dia mengadu kepada Tuhannya: ‘Bahwasanya aku ini adalah orang yang dikalahkan, oleh sebab itu tolonglah (aku)’.” (QS. Al Qamar, 54: 10) !

“Nuh berkata: ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru kaum-ku malam dan siang. Maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran)’.” (QS. Nuh, 71: 5-6) !

“Nuh berdoa: ‘Ya Tuhanku, tolonglah aku, karena mereka mendusta-kan aku’.” (QS. Al Mu'minuun, 23: 26) !

“Sesungguhnya Nuh telah menyeru Kami: Maka sesungguhnya seba-ik-baik yang memperkenankan (adalah Kami).” (QS. Ash-Shaaffaat: 75) !

 

Pembuatan Bahtera


“Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang zalim itu, sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.” (QS. Huud, 11: 37) !

Penghancuran Umat Nabi Nuh dengan Cara Ditenggelamkan:


Maka mereka mendustakan Nuh, kemudian Kami selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera, dan Kami teng-gelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Sesung-guhnya mereka adalah kaum yang buta (mata hatinya).” (QS. Al A’raaf, 7: 64) !

“Kemudian sesudah itu Kami tenggelamkan orang-orang yang tinggal.” (QS. Asy-Syu’araa’, 26: 120) !

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa banjir besar, dan mereka adalah orang-orang yang zalim.” (QS. Al Ankabuut, 29: 14) !

Dibinasakannya Putra Nabi Nuh

Sehubungan dengan dialog antara Nabi Nuh dan putranya, pada permulaan banjir, Al Quran mengungkapkan:

“Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung, dan Nuh memanggil anaknya, sedang anak itu berada di tempat jauh terpencil: “Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir.” Anaknya menjawab: “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!” Nuh berkata: “Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang”. Dan gelombang menjadi penghalang antara ke-duanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.” (QS. Huud, 11: 42-43) ! 

Diselamatkannya Orang-Orang yang Beriman dari Banjir:

“Maka Kami selamatkan Nuh dan orang-orang yang besertanya di dalam kapal yang penuh muatan.” (QS. Asy-Syu’araa’, 26: 119) !

“Maka kami selamatkan Nuh dan penumpang-penumpang bahtera itu dan kami jadikan peristiwa itu pelajaran bagi semua umat manusia.” (QS. Al Ankabuut, 29: 15) !

Bentuk Fisik dari Banjir yang Terjadi:

“Maka Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah. Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata-mata air, maka bertemulah air-air itu untuk satu urusan yang sungguh te-lah ditetapkan. Dan Kami angkut Nuh ke atas (bahtera) yang terbuat dari papan dan paku.” (QS. Al Qamar, 54: 11-13) !

“Hingga apabila perintah Kami datang dan 'dapur' (permukaan bu-mi yang memancarkan air hingga menyebabkan timbulnya taufan) telah memancarkan air, Kami berfirman: “Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu, kecuali orang yang telah terdahulu kete-tapan terhadapnya dan (muatkan pula) orang-orang yang beriman.”
Dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit. Dan Nuh berkata: “Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya. Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang lak-sana gunung, dan Nuh memanggil anaknya sedang anak itu berada di tempat jauh terpencil: “Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir.” (QS. Huud, 11: 40-42) !

“Lalu Kami wahyukan kepadanya: “Buatlah bahtera di bawah peni-likan dan petunjuk Kami, maka apabila perintah Kami telah datang dan 'tannur' telah memancarkan air, maka masukkanlah ke dalam bahtera itu sepasang dari tiap-tiap (jenis), dan (juga) keluargamu, kecuali orang yang telah lebih dahulu ditetapkan (akan ditimpa azab) di antara mereka. Dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang zalim, karena sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.” (QS. Al Mu’minuun, 23: 27) !

Terdamparnya Perahu di Tempat yang Tinggi

“Dan difirmankan: “Hai bumi tahanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah,” dan air pun disurutkan, perintah pun diselesaikan dan bahtera itu pun berlabuh di atas bukit Judi, dan dikatakan: ‘Binasa-lah orang-orang yang zalim’.” (QS. Huud, 11: 44) !

Pelajaran dari Peristiwa Banjir

“Sesungguhnya Kami, tatkala air telah naik (sampai ke gunung), Kami bawa (nenek moyang) kamu ke dalam bahtera, agar Kami jadi-kan peristiwa itu peringatan bagi kamu dan agar diperhatikan oleh telinga yang mau mendengar.” (QS. Al Haaqqah, 69:11-12) !

Pujian Allah terhadap Nabi Nuh

“Kesejahteraan dilimpahkan atas Nuh di seluruh alam”. Sesungguh-nya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Ash-Shaaffaat, 37: 79-81) ! (Sumber:www.id.harunyahya.com)

 



Senin, 18 November 2013

NOAH'S ARK FOUND in 2010 on Mount Ararat? (Bahtera Nabi Nuh ditemukan pada 2010 di gunung Ararat ?) Percaya atau tidak kembali pada anda.

LEBAH MADU BINATANG KECIL YANG MENAKJUBKAN

“Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah, “Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia,” kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.” (QS. An-Nahl, 16: 68-69) !
Hampir semua orang tahu bahwa madu adalah sumber makanan penting bagi tubuh manusia, tetapi sedikit sekali yang menyadari sifat-sifat luar biasa dari penghasilnya, yaitu lebah madu.
Sebagaimana kita ketahui, sumber makanan lebah adalah nektar, yang tidak dijumpai pada musim dingin. Oleh karena itulah, lebah mencampur nektar yang mereka kumpulkan pada musim panas dengan cairan khusus yang dikeluarkan tubuh mereka. Campuran ini menghasilkan zat bergizi yang baru  yaitu madu dan menyimpannya untuk musim dingin mendatang.
Sungguh menarik untuk dicermati bahwa lebah menyimpan madu jauh lebih banyak dari yang sebenarnya mereka butuhkan. Pertanyaan pertama yang muncul pada benak kita adalah: mengapa lebah tidak menghentikan produksi berlebih ini, yang tampaknya hanya membuang-buang waktu dan energi? Jawaban untuk pertanyaan ini tersembunyi dalam kata “wahyu” yang telah diberikan kepada lebah, seperti disebutkan dalam ayat tadi.
Lebah memproduksi madu bukan untuk diri mereka sendiri, melainkan juga untuk manusia. Sebagaimana makhluk lain di alam, lebah juga mengabdikan diri untuk melayani manusia, sama seperti ayam yang bertelur setidaknya sebutir setiap hari kendatipun tidak membutuhkannya dan sapi yang memproduksi susu jauh melebihi kebutuhan anak-anaknya.


Organisasi yang Luar Biasa dalam Sarang Lebah

Kehidupan lebah di sarang dan produksi madunya sangatlah menakjubkan. Tanpa membahas terlalu terperinci, marilah kita amati ciri-ciri utama “kehidupan sosial” lebah. Lebah harus melaksanakan banyak “tugas” dan mereka mengatur semua ini dengan organisasi yang luar biasa.
Pengaturan kelembapan dan ventilasi : 
Kelembapan sarang, yang membuat madu memiliki kualitas perlindungan tinggi, harus dijaga pada batas-batas tertentu. Pada kelembapan di atas atau di bawah batas ini, madu akan rusak serta kehilangan kualitas perlindungan dan gizinya. Begitu juga, suhu sarang harus 35C selama sepuluh bulan pada tahun tersebut. Untuk menjaga suhu dan kelembapan sarang ini pada batas tertentu, ada kelompok khusus yang bertugas menjaga ventilasi.
Jika hari panas, terlihat lebah sedang mengatur ventilasi sarang. Jalan masuk sarang dipenuhi lebah. Sambil menempel pada struktur kayu, mereka mengipasi sarang dengan sayap. Dalam sarang standar, udara yang masuk dari satu sisi terdorong keluar pada sisi yang lain. Lebah ventilator yang lain bekerja di dalam sarang, mendorong udara ke semua sudut sarang.Sistem ventilasi ini juga bermanfaat melindungi sarang dari asap dan pencemaran udara.
Sistem kesehatan: 
Upaya lebah untuk menjaga kualitas madu tidak terbatas hanya pada pengaturan kelembapan dan panas. Di dalam sarang terdapat sistem pemeliharaan kesehatan yang sempurna untuk mengen-dalikan segala peristiwa yang mungkin menimbulkan bakteri. Tujuan utama sistem ini adalah menghilangkan zat-zat yang mungkin menimbulkan bakteri. Prinsipnya adalah mencegah zat-zat asing memasuki sarang. Untuk itu, dua penjaga selalu ditempatkan pada pintu sarang. Jika suatu zat asing atau serangga memasuki sarang walau sudah ada tindakan pencegahan ini, semua lebah bereaksi untuk mengusirnya dari sarang.
Untuk benda asing yang lebih besar yang tidak dapat dibuang dari sarang, digunakan mekanisme pertahanan lain. Lebah membalsam benda asing tersebut. Mereka memproduksi suatu zat yang disebut “propolis” (resin lebah) untuk pembalsaman. Resin lebah ini diproduksi dengan cara menambahkan cairan khusus yang mereka keluarkan dari tubuh kepada resin yang dikumpulkan dari pohon-pohon seperti pinus, hawwar, dan akasia. Resin lebah juga digunakan untuk menambal keretakan pada sarang. Setelah ditambalkan pada retakan, resin tersebut mengering ketika bereaksi dengan udara dan membentuk permukaan yang keras. Dengan demikian, sarang dapat bertahan dari ancaman luar. Lebah menggunakan zat ini hampir dalam semua pekerjaan mereka.
Sampai di sini, berbagai pertanyaan muncul dalam pikiran. Propolis mencegah bakteri apa pun hidup di dalamnya. Ini membuat propolis ideal untuk pembalsaman. Bagaimana lebah mengetahui bahwa zat tersebut ideal? Bagaimana lebah memproduksi suatu zat, yang hanya bisa diproduksi manusia dalam laboratorium dan menggunakan teknologi, dengan pemahaman ilmu kimia? Bagaimana mereka mengetahui bahwa serangga yang mati dapat menimbulkan tumbuhnya bakteri dan bahwa pembal-saman akan mencegah hal ini?
Sudah jelas lebah tidak memiliki pengetahuan apa pun tentang ini, apalagi laboratorium. Lebah hanyalah seekor serangga yang panjangnya 1-2 cm dan ia melakukan ini semua dengan apa yang telah diilhamkan Tuhannya. (sumber : www.id.harunyahya.com)